28 November 2008

Selamatkan Anak-anak Kita Dari Bahaya HIV & AIDS!

“Setiap menit seorang anak menjadi korban laju penyebaran HIV & AIDS di seluruh dunia.” (UNAIDS, 2007)

Hari AIDS Sedunia diperingati untuk yang ke-20 kalinya tanggal 1 Desember 2008 ini. Berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan dilakukan, namun peningkatan jumlah penderita masih sangat merisaukan. Di berbagai belahan dunia 2,3 juta anak di bawah 15 tahun hidup dengan HIV, dimana 530 ribu diantaranya baru terinfeksi pada tahun 2006. Secara keseluruhan, 33 juta warga dunia hidup dengan HIV di akhir tahun 2007. Faktanya, setiap menit seorang anak menjadi korban laju penyebaran HIV & AIDS di seluruh dunia.

Bagaimana dengan Indonesia?
Tak luput dari ancaman HIV & AIDS, ribuan orang dan anak-anak Indonesia pun terancam virus penyakit mematikan ini. Tahun 2008, 18.963 orang terjangkit HIV & AIDS, 798 diantaranya berusia 0-19 tahun. Jumlah ini masih jauh di bawah estimasi yang dibuat oleh Depkes RI tahun 2006, yaitu 193.000. DKI Jakarta, Jawa Barat dan Papua adalah 3 dari 33 propinsi dengan kasus tertinggi.

Pengumpulan data HIV & AIDS yang akurat terus menjadi tantangan di Indonesia. Masih banyak wilayah belum terjangkau layanan kesehatan memadai akibat keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas kesehatan. Begitu kuatnya stigma dan diskriminasi di kalangan masyarakat terhadap penderita HIV & AIDS, menjadi faktor penghalang yang menyulitkan proses pelaporan akurat dan menyebabkan ketimpangan pencatatan jumlah kasus di Indonesia.

Trihadi Saptoadi, National Director World Vision Indonesia di sela-sela siaran persnya mengatakan “Anak-anak harus menjadi prioritas utama. Mereka perlu mendapatkan bimbingan dan pengarahan tepat sejak dini agar dampaknya dapat diminimalkan. Semua anak harus dapat mengakses fasilitas dan informasi pencegahan dan penanggulangan. Menyelamatkan anak-anak kita dari bahaya HIV dan AIDS adalah tanggung jawab kita semua.”

Ini sangat berkroelasi dengan lembaga kemanusiaan World Vision Indonesia yang selalu memberi perhatian serius pada pencegahan penyebaran/penularan HIV & AIDS di tingkat anak dan remaja. Program-program yang dilaksanakan berbasis sekolah dan dirancang sangat komprehensif dan berkesinambungan.

Dalam memperingati Hari AIDS Sedunia tahun ini, wilayah Papua dengan tingkat penyebaran HIV & AIDS ke-tiga tertinggi di Indonesia, World Vision melaksanakan kegiatan positif yang melibatkan partisipasi anak, seperti turnamen sepak bola dan penyadaran bahaya HIV & AIDS yang diikuti oleh 24 SMP se Jayapura. Kegiatan berlanjut dengan rangkaian kegiatan Lomba Majalah Dinding bertema HIV & AIDS antar SMP & SMA, Lomba Tari Kontemporer remaja, Arena Informasi HIV & AIDS.

Selain itu, di 8 SMU dan 15 SLTP di 6 Kecamatan di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat dilaksanakan program 1 jam belajar dan diskusi tentang HIV & AIDS tanggal 1 Desember 2008 yang difasilitasi oleh 23 guru dan 23 pelajar ‘pendidik sebaya’ di masing-masing sekolah. Secara serempak kegiatan serupa dilaksanakan di 36 Daerah Pelayanan World Vision (ADP/ Area Development Program) dari Sabang Hingga Merauke yang melibatkan pelajar dari 157 SMP dan 91 SMU.

“Hari AIDS Sedunia menjadi momentum yang tepat untuk bertindak. Tanggal 1 Desember jangan diperingati secara seremonial belaka. Semua pihak perlu mencari solusi terbaik dan bertindak simultan memerangi HIV & AIDS. Mari, selamatkan anak-anak kita dari bahaya HIV dan AIDS”, lanjut Trihadi.

Di Jakarta, Proyek LinDung mulai dilaksanakan sejak Desember 2005. Salah satu strategi utamanya adalah membentuk kelompok pendidik sebaya (siswa SMP atau yang berusia 12-15 tahun) untuk menyampaikan informasi yang benar mengenai HIV dan AIDS kepada teman-teman sebaya. Para pendidik sebaya ini dikenal dengan sebutan Sahabat Sumber Informasi (SSI).

Mereka berbagi informasi tentang HIV dan AIDS melalui kegiatan sekolah seperti ekstrakurikuler, masa orientasi siswa di tahun ajaran baru, perayaan Hari Remaja Internasional, Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional, Peringatan Hari AIDS Sedunia, mengisi majalah dan mading sekolah dan aktivitas positif lain yang sesuai dengan kebutuhan sekolah mereka.

Menjalani peran apapun dalam hidup, kita semua terdampak darinya. Ini saatnya bertanggung jawab membuat perubahan untuk diri kita sendiri maupun anak-anak kita. Di Hari AIDS Sedunia ini, mari kita prioritaskan respon terhadap HIV & AIDS untuk selamatkan anak-anak kita dan generasi penerus bangsa. Ayo hentikan AIDS, tepati janji saat ini juga!!

23 November 2008

late nite escape






I felt so tired because of hectic working days. Fortunatelly, they (my 3 bodyguards) invited me for dinner and drinks at Segara. We had fun chat until 1 am. Thank you guys. It was such a wonderful night!

07 November 2008

Memupuk Harapan Yang Tak Pernah Pupus di Rote Ndao


Matanya sayu, wajahnya kuyu, tubuhnya panas dan demam. Pak Manehat, demikian kami menyapanya, melewati siang hari itu dengan terduduk lemas di atas dipan kayu tak berkasur. Dokter di Puskesmas mendiagnosa bahwa ia menderita penyakit TBC. Otomatis, sudah seminggu ia tidak dapat bekerja.Nasib sembilan anak yang menggantungkan hidup dari mata pencahariannya sebagai buruh harian lepas, semakin terkatung-katung. Upahnya memang tak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Meskipun sang istri sudah berusaha membantu mencari nafkah tambahan dengan menjadi tukang cuci harian.


Siang hari itu, nasib 9 anak sangat tak menentu. Jam sudah menunjukkan pukul satu, namun makan siang sepertinya tak akan pernah terhidang. Tak ada beras atau lauk-pauk yang bisa dimasak . Yang ada hanya tatapan-tatapan kosong penuh pengharapan menanti satu hal yang tak pernah pasti. Padahal keinginan mereka sederhana, bisa makan pada siang itu.Mengenaskan, melihat bagaimana keluarga ini menjalani kehidupan. Berteduh di bawah naungan rumah beralas tanah dan berdinding kayu gewang berukuran 4 x 5 meter persegi yang merupakan satu-satunya harta berharga. Jangankan berangan-angan memperoleh pendidikan yang layak, bisa bersantap dengan cukup saja merupakan sebuah anugerah.


Akibat kesulitan ekonomi yang mendera, Renita (2 tahun) dan Rehan (11 bulan), dua anak terkecil keluarga Manehat pada bulan Maret lalu hanya bisa terbaring tak berdaya. Mereka terkena kasus gizi buruk yang menimpa sebagian balita di Rote. Setelah dirawat selama seminggu di RSUD Ba’a dan mendapatkan pendampingan dari Area Development Program wilayah Rote - World Vision Indonesia, kondisi keduanya mulai membaik.Potret keluarga Manehat mewakili kondisi ribuan keluarga lainnya di Rote Ndao. Saat ini kasus kelaparan dan gizi buruk menjadi perhatian utama. Apabila tidak ditangani dengan serius, Rote akan kehilangan satu generasi. Pemerintah setempat menetapkan hal ini sebagai Kejadian Luar Biasa. Kemiskinan membuat kebutuhan gizi para balita jadi terabaikan. Rata-rata penghasilan per kepala keluarga hanya mencapai puluhan ribu rupiah per bulan.


Ironis sekali mengingat Rote, pulau paling selatan di wilayah Indonesia ini memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa. Jika dimanfaatkan dapat menopang kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Saat ini peran lembaga kemanusiaan sangat dibutuhkan untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.World Vision yang hadir sejak tahun 1997 melalui Program Pengembangan Wilayah Rote terus aktif melakukan berbagai program pemberdayaan masyarakat. Diantaranya melalui program nutrisi, pengembangan ekonomi, pendidikan dasar, sponsorship anak, revitalisasi budaya yang sangat memiskinkan.


Hal ini terus dilakukan agar ribuan anggota masyarakat dapat hidup mandiri sehingga suatu saat mereka tidak lagi hanya bisa berangan dapat makan cukup saja tetapi mempunyai impian-impian yang jauh lebih besar kedepan. Dan tentu saja bukan hanya berangan melainkan juga mewujudkannya, karena mereka memang pantas memilikinya. (*Sari Estikarini)

02 November 2008

Media Tanggap Bencana

Phiewww akhirnya sampai juga di Jakarta. Setelah berhari-hari menghabiskan waktu bersama teman-teman wartawan dari berbagai media di seluruh Indonesia untuk mengikuti training Media Tanggap Bencana di Camp Batutapak Sukabumi, akhirnya bisa juga pulang ke rumah. homesick...I really miss my home and bedroom, juga Vito my little nephew yang suka manggil aku “Tante Kula-Kula,” dengan suara cadelnya.

Capek memang, tapi happy. Selain nambah teman, segudang pengalaman, ilmu, humor-humor baru, stress dan pikiran-pikiran nggak penting yang biasanya bikin penat kepala jadi hilang.

Awalnya sempet panik juga sih karena para wartawan seperti biasanya selalu memberikan konfirmasi kehadiran last minute. Dan yang paling nyebelin pagi-pagi sebelum berangkat ada satu wartawan dari salah satu surat kabar nggak ngabarin sama sekali kalau nggak jadi datang.

Untungnya semua bisa diatasi. Kebetulan, Mas Koko dari Kompas dan Fitriansah dari TVRI hari itu ikutan hadir untuk meliput acara meskipun nggak bisa nginep. Sebenarnya tujuan penyelenggaraan media team building tanggap bencana ini adalah untuk membekali para wartawan dan wadah berbagi informasi agar wartawan lebih siap meliput ketika terjadi bencana. Asia apalagi Indonesia dinilai sebagai daerah rawan bencana. World Vision Indonesia sebagai sebuah lembaga kemanusiaan yang sangat tanggap bencana dan berpengalaman terjun langsung di berbagai belahan dunia ketika terjadi bencana melihat bahwa peran media sangat penting untuk membantu kondisi pemulihan bencana.

Selama tiga hari kami jadi lebih akrab satu sama lain. Indonesia Trekking sebagai EO berhasil mengemas acara dalam permainan yang seru dan menyenangkan. Selain itu World Vision selaku penyelenggara mendatangkan nara sumber dari Global Rapid Response Team Stephen Matthews dan James East untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada para peserta.

Para peserta juga berkesempatan turun naik gunung dan masuk sungai untuk menguji ketahanan fisik. Tapi seperti biasa…aku masuk dalam kloter terakhir…huhuhu malu banget yang ngundang kok malah belakangan. Bahkan Steve manggil aku Grandma karena aku harus dituntun ketika menyeberangi sungai. Ihh nyebelin…Tapi thanks to Bang Alvin yang udah setia menemani selama perjalanan dan minjemin sepatunyaJ

Setelah melalui malam pertama dengan terjaga sepanjang malam karena tidak bisa tidur akibat kedinginan, akhirnya aku bisa melalui malam kedua dengan lebih gembira. Band XP yang biasa manggung di X2 dan Ritz, malam itu menghibur kami dengan suara merdunya.

Kami menghabiskan malam panjang itu dengan bergoyang sampai pagi. Kebetulan malam itu adalah malam terakhir. Kehadiran api unggun dan kambing guling juga membuat suasana bertambah semarak.

Sedih karena keesokan harinya kami harus pulang dan berpisah. Pengalaman selama tiga hari ini membuat kami sangat dekat satu sama lain. Belum lagi ada celetukan-celetukan kocak Topan dan Dodi yang selalu menyegarkan. Rasanya belum mau pulang, namun ada keluarga kami di rumah masing-masing yang tentunya merindukan kepulangan kami. Dan bagaimanapun juga badan kami sudah lelah dan butuh istirahat. Sampai jumpa teman-teman media, sampai jumpa Cidahu, sungguh pengalaman tak terlupakan. Will miss you so much all!