07 November 2008

Memupuk Harapan Yang Tak Pernah Pupus di Rote Ndao


Matanya sayu, wajahnya kuyu, tubuhnya panas dan demam. Pak Manehat, demikian kami menyapanya, melewati siang hari itu dengan terduduk lemas di atas dipan kayu tak berkasur. Dokter di Puskesmas mendiagnosa bahwa ia menderita penyakit TBC. Otomatis, sudah seminggu ia tidak dapat bekerja.Nasib sembilan anak yang menggantungkan hidup dari mata pencahariannya sebagai buruh harian lepas, semakin terkatung-katung. Upahnya memang tak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Meskipun sang istri sudah berusaha membantu mencari nafkah tambahan dengan menjadi tukang cuci harian.


Siang hari itu, nasib 9 anak sangat tak menentu. Jam sudah menunjukkan pukul satu, namun makan siang sepertinya tak akan pernah terhidang. Tak ada beras atau lauk-pauk yang bisa dimasak . Yang ada hanya tatapan-tatapan kosong penuh pengharapan menanti satu hal yang tak pernah pasti. Padahal keinginan mereka sederhana, bisa makan pada siang itu.Mengenaskan, melihat bagaimana keluarga ini menjalani kehidupan. Berteduh di bawah naungan rumah beralas tanah dan berdinding kayu gewang berukuran 4 x 5 meter persegi yang merupakan satu-satunya harta berharga. Jangankan berangan-angan memperoleh pendidikan yang layak, bisa bersantap dengan cukup saja merupakan sebuah anugerah.


Akibat kesulitan ekonomi yang mendera, Renita (2 tahun) dan Rehan (11 bulan), dua anak terkecil keluarga Manehat pada bulan Maret lalu hanya bisa terbaring tak berdaya. Mereka terkena kasus gizi buruk yang menimpa sebagian balita di Rote. Setelah dirawat selama seminggu di RSUD Ba’a dan mendapatkan pendampingan dari Area Development Program wilayah Rote - World Vision Indonesia, kondisi keduanya mulai membaik.Potret keluarga Manehat mewakili kondisi ribuan keluarga lainnya di Rote Ndao. Saat ini kasus kelaparan dan gizi buruk menjadi perhatian utama. Apabila tidak ditangani dengan serius, Rote akan kehilangan satu generasi. Pemerintah setempat menetapkan hal ini sebagai Kejadian Luar Biasa. Kemiskinan membuat kebutuhan gizi para balita jadi terabaikan. Rata-rata penghasilan per kepala keluarga hanya mencapai puluhan ribu rupiah per bulan.


Ironis sekali mengingat Rote, pulau paling selatan di wilayah Indonesia ini memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa. Jika dimanfaatkan dapat menopang kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Saat ini peran lembaga kemanusiaan sangat dibutuhkan untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.World Vision yang hadir sejak tahun 1997 melalui Program Pengembangan Wilayah Rote terus aktif melakukan berbagai program pemberdayaan masyarakat. Diantaranya melalui program nutrisi, pengembangan ekonomi, pendidikan dasar, sponsorship anak, revitalisasi budaya yang sangat memiskinkan.


Hal ini terus dilakukan agar ribuan anggota masyarakat dapat hidup mandiri sehingga suatu saat mereka tidak lagi hanya bisa berangan dapat makan cukup saja tetapi mempunyai impian-impian yang jauh lebih besar kedepan. Dan tentu saja bukan hanya berangan melainkan juga mewujudkannya, karena mereka memang pantas memilikinya. (*Sari Estikarini)

No comments: